Ciamis Tahun 1991
Namaku Herna Sutisna biasa di panggil Herna anak tunggal dari Bapak Engkos dan Ibu Teti. Aku baru saja lulus di salah satu Sekolah Menengah Atas di kota Ciamis, tepatnya SMA terfavorit se-Kota Ciamis. Beruntung aku termasuk anak yang sangat beruntung, tidak semua anak bisa bersekolah disana. Padahal aku anak biasa-biasa saja orang tua ku dua-duanya petani dan rumah ku tidak semegah pejabat konglomerat. Seperti anak pada umumnya aku punya segudang cita-cita salah satunya melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Melanjutkan sekolah kesalah satu Universitas ternama di Bandung. Kota Bandung dengan julukan “Kota Kembang”nya kota sejuta kuliner kota dimana para pengrajin memamerkan keahliannnya. Kota pendidikan dimana para pelajar dari berbagai pelosok negeri berlomba dan bersaing untuk bisa bersekolah di kota yang terkenal Paris Van Java ini.
Namun tidak semudah membolak-balikan telapak tangan untuk pergi kesana. Butuh pemaksaan yang ektsra untuk membujuk kedua orang tua ku. Wajar karena aku anak tunggal, anak yang mereka sangat sayangi. Sore itu...
 “Mak, herna mau pergi ke Bandung. Boleh ya mak?”. Suara ku memecahkan keheningan diantara aku dan kedua orang tua ku.
“ngapain kamu kesana nak?” suara lembutnya mulai terbuka.
 “Herna pengen kuliah mak, pengen nyari ilmu di Bandung sama temen-temen yang lain”. Dengan penuh keyaninan dan rasa cemas yang sangat akut, aku mulai mengutarakan keinginan ku.
“nyari ilmu mah disini aja na, jangan jauh-jauh kasian emak sama abah disini gak ada yang nemenin”. Terlihat raut kekecewaan dar wajah cantiknya.
Apa bisa aku kuliah di Bandung. Harapan dan mimpi yang selama ini aku bangung, prestasi ku...cita-cita ku...akankah sampai disini saja?
“tapi mak...bukan maksud Herna  pengen jauh-jauh dari emak sama abah. Tapi teman-teman herna juga....”. belum sempat membereskan ucapan ku. Tiba-tuba emak marah dan jelas sangat terlihat sekali kekecwaannya pada ku.
“bukan begitu Herna...emak gak mau herna kenapa-kenapa disana. Bandung itu kota loh nak, hidup disana pasti keras. Herna taukan anak satu-satunya emak sama abah”.
“tapi mak, Herna...”.
“Herna, sudah emak bilang kamu jangan...”.
“sudahlah Mak, biarkan Herna kuliah di Bandung. Toh kan disana dia mau nyari ilmu bukan ngapa-ngapain”. Potong abah dengan ekspresi santainya.
“tuh kan mak, abah mah selalu ngedukung Herna. Bener kata abah Herna disana kan mau belajar mak”. Ucap ku dengan penuh yakin dan rasa bersalah yang sangan mendalam.
“sudahlah terserah kalian, pokokya emak gak mau kamu pergi”.
Sakit rasanya ketika sebuah harapan dan cita-cita yang kita bangun dari dulu, hampir saja runtuh tak berbekas. Aku sadar apa yang aku lakukan ini memang mengecewakan kedua orang tua ku, bahkan menyakiti hati ibu ku. Aku tahu dibalik ini semua Allah sedang merencanakan sesuatu yang belum aku ketahui. Ini semua skenario Allah.....
Bandung tahun 1992
Herna Sutisna seorang pengembara yang berasal dari sebuah desa kecil di kota Ciamis. Bersama 9 temannya ia memutuskan pergi ke kota Bandung untuk mencari ilmu. Dengan berbekal tekad dan keyakinan beserta do’a kedua orang tuannya. Herna dan 9 temannya itu mencoba mendaftar di beberapa Universitas Bandung.
“Rob, besok kita coba daftar ke IKIP ya”. Ucap Sandi
“Iya Rob, besok kan IKIP buka pendaftaran ya?”. Tanya ku.
“Yoi bro...pokoknya kita bareng-bareng daftarnya ya gue yakin kita bakalan lolos, kita kan best friend”. Jawab Robbi dengan gaya funknya.
“huuuuuuuuu”. teriak teman lainnnya. Meneriaki Robbi yang gayanya sok kekotaan.
Siapa kira anak desa yang tidak tahu menahu tentang kota Bandung bisa menginjakan kakinya disini. Sandi, Robbi, Samsul, Zaki, Endang, Dadang, Firman, Ibrohim, Roni dan aku. Senang rasanya benar-benar bisa berada di Kota Kembang ini. Kos-kosan dengan luas 4x4  ini kami tempati bersama-sama, walaupun kecil bukan berarti menjadi sebuah penghalang kami untuk mewujudkan semua cita-cita dan harapan kami. Kemarin sore kami berangkat dari Kota Ciamis dengan berbekal seadannya saja. Bus menjadi tranfort pilihan kami untuk pergi menuju kota Bandung.

Sebelumnya ada kisah haru diantara aku dan kedua orang tua ku sebelum keberangkatan ku sore itu. Ibuku yang tadinya bersikukuh keras agar aku tidak pergi ke Bandung pada kahirnya mengizinkan ku. Itu semua berkat do’a yang selam ini aku pinta kepada-Nya dan epran seorang ayah yang tidak kalah meyakinkan ibu ku. Aku tau ada rasa kehilangan dalam benak abah, tapi apa boleh buat aku dan abah adalah seorang laki-laki saling memahami satu sama lain.
“Nak hati-hati ya di sana, jaga diri baik-baik. Kalu ada apa-apa cepet balik kesini”. Ada rasa bahagia yang dirasakan emak dicampur kekhawatiran saat harus melepaskan anak semata wayangnya. Ibu mana yang ingin kehilangan anaknya?.
“iya nak, kalaupun kamu tinggal jauh disana, abah sama emak terus mendo’akan kebaikan untuk mu. Seberapa sukses dirimu nanti jangan lupa tempat dimana kamu harus kembali”. Ada tetes di ujung pelipis sana, tanggung jawab seorang ayah yang selama ini dia pertahankan seolah-olah hancur karena cita dan harapan anaknya. 
Keesokan harinya kami berangkat menuju IKIP Bandung untuk mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi. (salah satu Universitas ternama di Bandung sekarang menjadi UPI Bandung).
“kemeja, dasi, sepatu.....oke sudah siap mas broooo”. Ujar Robbi lagi dan lagi denga gay sok kekotaannya itu.
“Oke kita berangkat.....” ucap Firman dengan penuh semangat.
Oke Herna, kamu pasti bisa. Bismillah....Mak...Abah do’ain Herna ya, Ya Allah mudahkan langkah hamba...Aamiin. Pintaku
Lolos IKIP 1992
Seminggu telah berlalu semenjak test seleksi masuk IKIP Bandung usai. Hari ini merupakan hari dimana para pelajar diseluruh pelosok negeri merasakan ketegangan yang susah untuk di jinakkan. Hari dimana pengumuman dari hasil penyeleksian masuk perguruan tinggi IKIP.
“Her, gimana nih kita bakalan lolos gak ya?” tanya zaki penuh kecemasan.
“Insya Allah...Lahaullah aja”. Jawab ku singkat.
“Nyantai aja kalee, kita bakalan lolos gua yakin”. Ucap Robbi
“Iya confident aja lah”. Ucap Endang.
“siap siap.....” jawab  kami serempak.
“My Friend, bagaimanapun hasilnya kita harus menerima dengan lapang dada. Kalaupun ada salah satu dari kita yang lolos kita haru mendukung dia. Bukankah kita satu sama lain saling mengasihi dan melengkapi kekurangan kita. Apapun hasilnya itu keputusan dari Allah mutlak kebenarannya”. Kali ini Ibrohim bersuara. Dia satu-satunya teman yang sukanya diem, sekalinya ngomong bikin jlebb.
“Masy Allah Ustadz.....”. celoteh Robbi.
Tiba-tiba disela-sela kami sedang asik mengobrol, dua orang lelaki dengan kemeja dan jas lengkapnya menempelkan beberapa kertas di papan pengumuman. Ternyata itu hasil dari test seleksi seminggu kemarin. Kami pun merempug bergerombolan melihat hasil dari pengumumannya. Bersedak-sedakan satu sama lain hanya untuk melihat secarik kertas yang maknanya terdapat berjuta-juta harapan dan cita-cita dari seluruk pelosok negeri.
021990xxx                  Herna Sutisna                        Tidak Lolos
021992xxx                  Zaki Dzikrullah                      Tidak Lolos
021993xxx                  Fitrah Magdalena                  Lolos
021994xxx                  Ibrohim El-Haqq                    Lolos
021995xxx                  Robbi Muzammil                    Lolos
Abah...Mak...Herna belum Lolos...
Kekecewaan jelas tersirat diraut wajah teman-teman lainnya begitu juga dengan aku. Pretasi, harapan dan cita-cita yang aku rencanakan selama ini. Tapi rasa sakit dan kecewa itu sedikit terobati dengan lolosnya teman kami Robbi dan Ibrohim. Kami pun memutuskan untuk pulang ke kosan. Merencanakan kembali harapan yang sempat tertunda beberpa jam lalu.
“hey hey selamay ya Robb...Iim, kalian lolos”. Ucap endang dengan senyum penuh kesedihan.
“Alhamdulillah...walaupun aku gak lolos, minimal temen kita ada yang lolos”. Sebenarnya ada sedikit rasa iri dalam hati kecil ku, tapi kembali lagi inilah skenario yang telah Allah buat sebelum aku pergi kesini bahkan sebelum diciptakannnya Langit dan Bumi.
            Kami tidak menyerah begitu saja, setelah kegagalan kemarin kami mencoba daftar lagi. Alhasil setelah mencoba mendaftar dibeberapa Universitas aku dan 7 temannya tidak lolos juga.
Untuk saat ini keberuntungan belum memihak aku, tetapi kegagalan ini tidak mengurungkan niat untuk mewujudkan cita-cita dan harapan ku. Ada Emak dan Abah yang setiap malam berdo’a. Harapan yang mereka percayakan pada ku, tidak akan aku lepaskan dengan semudah itu.
Tidak mengap, tidak kuliah bukanlah akhir dari segalanya. Duduk berdiam diri dibangku perkuliahan bukanlah tolak ukur kesuksesan seseorang, tapi suksesnya seseorang itu ketika dia mampu membahagiakan orang tuanya dan bermanfaat bagi orang lainnya. AKU HARUS BANGKIT!!!
CIBIRU 2006
  Akhirnya aku dan 7 teman lainnya memutuskan untuk mencari pekerjaan. Lagi dan lagi Allah tunjukan kebesarannya pada ku, selama aku tinggal di Bandung tepatnya di Cibiru. Setelah kegagalan masuk perguruan tinggi menimpa ku. Sekian lama ini aku bekerja di kota Bandung. Aku diberikan amanah oleh masyarakat Cibiru untuk menjadi Ketua DKM Nurul Utsman. Inilah skenario yang telah Allah rencanakan untuk ku. Tidak mudah untuk menjadi seorang Ketua DKM Nurul Utsman ini menjadi sebuah tanggung jawab yang sangat besar. Kepercayaan Allah, orang tua dan masyarakat memberikan ku energi bahwa inilah yang terbaik. Kekecewaan. Keringat, tangisan semuanya terbayarkan oleh kebahagiaan dan kenikmatan yang telah Dia berikan.
Terima kasih Emak....Abah...Kalian Malaikat Dunia ku....
*****

By ; Fitrah Maghdalena 
Mahasiswa aktif  KPI semester IV kelas B
 
Copyright © - HMJ KPI UIN Bandung | Powered by KPI UIN Bandung
Buku Tamu Top