Namaku Rose Nayl Islam. Biasanya aku dipanggil Nayl, Usiaku 19 tahun, saat ini aku sedang duduk di bangku kuliah lebih tepatnya salah satu Universitas Islam negri yang berada di daerah Bandung.Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati Bandung. Aku lahir dari kedua orang tua yang sangat taat dalam beragama namun awalnya aku biasa saja  dalam menjalani kewajibanku sebagai seorang muslim seperti halnya muslim pada umumnya, namun agama yang aku bawa sejak meratapkan tangis di dunia ini mengantarkanku dan menyadarkanku bahwa islam itu teduh.
Semua berawal dari pertemananku dengan Graycia Kristen Lamura. Gadis keturunan Amerika-Turki ini sangat cantik dengan aura yang memesona. Salah satu mahasiswa Universitas Padjajaran yang beragama Kristen Katholik. Biasanya teman-teman memanggilnya Gracia dan kebetulan dia satu kelas dan juga satu jurusan sama teman aku yang kuliah di Universitas Padjajaran.
 “Nayl nanti aku ikut ke kampus kamu ya!” Sapa Graycia di awal hari senin
“Kamu ini seperti baru pertama saja!” karena memang sebelumnya Graycia sudah pernah ikut aku ke kampusku.
Aku dan Graycia memang cukup dekat apalagi bagi Graycia satu-satunya teman yang paling dekat satu sekolah ini adalah aku karena sulit baginya menemukan seseorang yang bisa mengerti kehidupannya. Graycia adalah salah satu bagian dari anak-anak yang kurang mendapatkan kasih sayang dari sosok kedua orang tua. Graycia juga terlalu sulit mengungkapkan kehancuran keluarga kecilnya itu kepada orang lain. entah mengapa aku jadi semakin tertarik mengekori kehidupannya  namun yang ku hadapi ternyata seorang yang ku kira periang dan salah satu saingan temanku dalam berebut peringkat di kelas ini ternyata memiliki luka kasih sayang yang amat dalam.
“Aku sholat dulu ya Grayc! Sudah jam satu lebih nih!” Jelasku.
“Iya Nay.. nanti aku tunggu di depan aja ya!”
Kali ini Graycia lebih memilih menunggu di depan Masjid Ikomah UIN Bandung. Biasanya dia selalu menungguku di warung Fotocopy sebrang kampus. Sedikit aneh, tapi memang Graycia lebih memilih begitu karena memang dia tidak memakai krudung.
“Oke”
Setelah aku mentuntaskan dzikir dan melipat mukenah biruku, aku segera menghampirinya.
“Ada yang berbeda Nayl”
“Berbeda?” Aku terheran oleh pernyataannya.
“Iya”
“Apa yang berbeda? Kamu sedang ada masalah?” Aku menebak.
“Bukankah masalah itu datang setiap hari?” Graycia membalas pertanyaan.
“Iya sih.. maksud aku…” belum tuntas aku menyelesaikan kata-kata Graycia menyahutnya.
Broken Home
Aku hanya diam tidak menanggapi. Takut menyinggung perasaannya.
“Kenapa diam Nay?”
“Aku hanya tidak ingin…”
“Menyakitimu? Menyinngung perasaanmu?atau…”
“Hey ayolah Grayc kenapa?”
“Sebenarnya aku tidak sedang memikirkan broken home yang aku pikirkan saat ini justru kamu!”
Mendengar pernyataan tersebut aku secepatnya menoleh.
“Grayc… kamu bukan salah satu penderita penyakit menjijikkan itu kan?”
Graycia tertawa. Memandang langit putih yang sedikit membiru.
“Penyakitku lebih dari itu Nayl!”
“Kamu sedang bercanda kan?”
“Nayl…. Aku bahkan tidak sedikit pun serius… perlu kamu ketahui pertama aku masih normal dengan mencintai lawan jenisku yaitu laki-laki, kedua aku tidak sedang ingin membahas keluargaku dan yang terakhir aku sedang membahas kamu!”
Aku tercengang kembali. Graycia memang penuh misteri dari pertama aku mengenalnya dan dia tidak berubah sampai sekarang. Mungkin aku memang lebih tertarik berteman dengannya karena misteri rahasia-rahasia yang belum terpecahkan oleh mata saja.
“Graycia cantik”
“Nayl Islam yang lebih cantik”
Hatiku berdebar saat dia menyebut nama terakhirku. Islam. Entah mengapa rasanya aneh jika seorang seperti Graycia memanggil seperti itu.
“Sudah ceritakan sekarang!”
“Wajah kamu berubah Nay ketika kamu keluar dari masjid itu!”
Aku tercekat.
“Berubah bagaimana?”
“Bersinar, seperti kamu selesai mandi beberapa kali”
Aku terdiam.
“Boleh aku masuk ke masjid?”
“Untuk apa?”
“Hanya ingin melihat. Kenapa? Apa ada hadist yang tidak memperbolehkannya?”
Graycia ingat bahwa aku selalu melakukan tindakan berdasarkan hadist shohih yang tertempel di dinding-dinding rumahku.
“Bukan Grayc… boleh kok… kirain mau mandi!”
Graycia tertawa manis. Aku menunggunya melepas sepatu talinya.
Graycia tidak langsung memasuki masjid dia melihat-lihat dulu tembok masjid yang berlafadzkan tauhid.
“Apa yang pertama kali aku lakukan saat memasuki masjid? Berdo’a?”
Sebenarnya aku tidak tahu harus menjawab apa dengan pertanyaannya.
“Karena kamu adalah umat kristiani yang tidak mungkin aku langsung mengajarimu do’a sebelum masuk masjid sebaiknya kamu melangkahkan kaki kananmu terdahulu sebelum memasuki masjid”
“Bagaimana do’a itu?”
Aku terheran. Sangat tidak mengerti keinginannya.
“Yakin?”
“Bukankah itu ilmu? Pelit sekali!”
“Graycia….”
“Nayl Islam!”
Lagi-lagi hatiku berdebar ketika Graycia menyebut agama sekaligus namaku.
“Aku hanya bertanya Nayl”
“Oke, Allahummaftahliabwabarohmatik” Aku mengucapnya dengan tenang.
Graycia langsung memasuki masjid.
“Kamu tadi mengucapkannya?” Aku bertanya sembari mengejarnya.
“Enggak”
“Lalu?”
“Kan aku hanya bertanya Nayl”
Aku terdiam.
“Makanya jadi orang jangan terlalu serius!” Ejeknya
“Aku boleh memisahkan diri dari kamu kan?”
“Pertanyaan apa lagi Grayc? Kita bukan Amoeba Sp ya…, iya aku tunggu kamu di luar tapi..”
“Aku hanya berjalan-jalan dan melihat-lihat isi masjid ini Nayl tenang saja!”
Aku percaya kepada Graycia. Gadis seperti dia bukan tipe-tipe penjahat. Aku berjalan keluar masjid dan membiarkannya di dalam sendirian.
Aku menunggunya lebih dari tiga puluh menit, setelah itu aku memastikannya ke dalam.
Aku melihatnya tertidur miring di tempat jama’ah pria.
“Grayc.. Kamu tertidur?”
Graycia bangun dengan matanya yang memerah.
“Nayl…”
“Ada apa?”
“Aku nyaman berada disini Nayl… disini jauh lebih nyaman dari laut, taman atau bahkan rumahku!”
Belum aku merespon ucapannya dia melanjutkan kalimatnya
“Aku belum pernah senyaman ini Nayl di gereja pun aku tidak pernah merasa setenang ini, yang aku rasakan justru kegelisahan”
Aku tertegun mendengarnya.
“Nayl… mengapa disini begitu nyaman?”
“Karena disini tempat orang-orang beribadah dan berbuat baik, berdo’a, berdzikir, da segalanya berhubungan dengan sang Pencipta”
“Aku mulai tertarik”
Aku menangis.
“Kenapa kamu menangis Nayl”
“Aku semakin jatuh cinta dengan Islam Grayc!”
Sekarang aku percaya dan aku sangat yakin bahwa islam itu agama yang sangat indah. Islam selain bisa mendatangkan kesejukan dan ketenangan dalam hati pemeluknya ,dengan tempat ibadahnya pun Islam dapat menenangkan hati yang beragama non Islam.



-End-

By: Mahasiswi KPI Smt III
 
Copyright © - HMJ KPI UIN Bandung | Powered by KPI UIN Bandung
Buku Tamu Top